Tanah Jawa memang terkenal memiliki banyak kebudayaan. Tapi tak
banyak yang mengetahui bahwa sebagian besar budaya dan sejarah tanah Jawa itu
ternyata dirangkum dalam sebuah buku besar yang dikenal dengan nama
Babad.
Babad adalah cerita rekaan (fiksi) yang didasarkan pada
peristiwa sejarah, dimana penulisannya biasanya dalam bentuk macapat (tembang,
puisi, atau syair). Salah satu babad yang sangat terkenal adalah Babad Tanah
Jawi. Babad Tanah Jawi merupakan karya sastra sejarah dalam bentuk Tembang
Jawa. Sebagai babad/babon/buku besar dengan pusat kerajaan zaman Mataram, buku
ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal-hal yang terjadi di
tanah Jawa.
Buku ini juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan
Mataram. Uniknya, dalam buku ini sang penulis memberikan cantolan hingga Nabi
Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa
hingga Mataram Islam.
Silsilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat
tempat pada Babad Tanah Jawi ini. Bahkan hingga Majapahit, Demak, dan terus
berurutan hingga kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18. Buku
ini telah dipakai sebagai salah satu alat rekonstruksi sejarah Pulau Jawa.
Namun, menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu
menggunakannya dengan pendekatan kritis.
Babad memiliki unsur relio-magis dan erat dengan imanjinasi. Hal
ini pula yang membuat ahli sejarah ragu untuk memakai babad sebagai sumber
sejarah yang sahih. Para sejarawan kerap memahami babad sebagai tulisan atau
sumber sejarah dalam tendensi subjektif. Mereka menganggap babad rentan dengan
bias dalam menggambarkan fakta-fakta sejarah. Babad cenderung menjadi
percampuran fakta dan mitologi.
Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, Babad Tanah Jawi
memiliki keragaman versi dan dapat dipilah menjadi dua kelompok. Pertama, babad
yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan
Braja inilah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788. Sementara kelompok
kedua adalah babad yang diterbitkan oleh P. Adilangu II dengan naskah tertua
bertarikh 1972.
Perbedaan keduanya terletak pada pencitraan sejarah Jawa Kuno
sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya
menceritakan riwayat Mataram secara ringkas berupa silsilah dilengkapi sedikit
keterangan. Sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, Babad Tanah Jawi
merupakan jejak besar dalam membaca (sejarah) Jawa. Maka tak heran jika Babad
Tanah Jawi telah berhasil menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Ahli sejarah
seperti HJ de Graaf, Meinsma, hingga Balai Pustaka turut andil melestarikan
warisan nasional yang satu ini. Sekarang, giliran kita generasi muda untuk
mulai membaca peninggalan berharga tanah Jawa ini supaya tetap mengakar di
Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar