Rabu, 04 Juni 2014

BABAD TANAH JAWI, ASAL MUASAL TANAH JAWA

Tanah Jawa memang terkenal memiliki banyak kebudayaan. Tapi tak banyak yang mengetahui bahwa sebagian besar budaya dan sejarah tanah Jawa itu ternyata dirangkum dalam sebuah buku besar yang  dikenal dengan nama Babad.
Babad adalah cerita rekaan (fiksi) yang didasarkan pada peristiwa sejarah, dimana penulisannya biasanya dalam bentuk macapat (tembang, puisi, atau syair). Salah satu babad yang sangat terkenal adalah Babad Tanah Jawi. Babad Tanah Jawi merupakan karya sastra sejarah dalam bentuk Tembang Jawa. Sebagai babad/babon/buku besar dengan pusat kerajaan zaman Mataram, buku ini tidak pernah lepas dalam setiap kajian mengenai hal-hal yang terjadi di tanah Jawa.
Buku ini juga memuat silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram. Uniknya, dalam buku ini sang penulis memberikan cantolan hingga Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam.
Silsilah raja-raja Pajajaran yang lebih dulu juga mendapat tempat pada Babad Tanah Jawi ini. Bahkan hingga Majapahit, Demak, dan terus berurutan hingga kerajaan Pajang dan Mataram pada pertengahan abad ke-18. Buku ini telah dipakai sebagai salah satu alat rekonstruksi sejarah Pulau Jawa. Namun, menyadari kentalnya campuran mitos dan pengkultusan, para ahli selalu menggunakannya dengan pendekatan kritis.
Babad memiliki unsur relio-magis dan erat dengan imanjinasi. Hal ini pula yang membuat ahli sejarah ragu untuk memakai babad sebagai sumber sejarah yang sahih. Para sejarawan kerap memahami babad sebagai tulisan atau sumber sejarah dalam tendensi subjektif. Mereka menganggap babad rentan dengan bias dalam menggambarkan fakta-fakta sejarah. Babad cenderung menjadi percampuran fakta dan mitologi.
Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, Babad Tanah Jawi memiliki keragaman versi dan dapat dipilah menjadi dua kelompok. Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja inilah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788. Sementara kelompok kedua adalah babad yang diterbitkan oleh P. Adilangu II dengan naskah tertua bertarikh 1972.
Perbedaan keduanya terletak pada pencitraan sejarah Jawa Kuno sebelum munculnya cikal bakal kerajaan Mataram. Kelompok pertama hanya menceritakan riwayat Mataram secara ringkas berupa silsilah dilengkapi sedikit keterangan. Sementara kelompok kedua dilengkapi dengan kisah panjang lebar.
Terlepas dari pro dan kontra tersebut, Babad Tanah Jawi merupakan jejak besar dalam membaca (sejarah) Jawa. Maka tak heran jika Babad Tanah Jawi telah berhasil menyedot perhatian banyak ahli sejarah. Ahli sejarah seperti HJ de Graaf, Meinsma, hingga Balai Pustaka turut andil melestarikan warisan nasional yang satu ini. Sekarang, giliran kita generasi muda untuk mulai membaca peninggalan berharga tanah Jawa ini supaya tetap mengakar di Indonesia.



0 komentar:

Posting Komentar