JAKARTA - Amburadulnya persiapan implementasi Kurikulum 2013 telah mencapai puncak. Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Harris Iskandar mengatakan, kementeriannya saat ini sedang frustasi.
"Bahkan sampai Menterinya (Mendikbud Mohamamd Nuh, red) kurang tidur," katanya kemarin.
Kelemahan persiapan implementasi kurikulum baru yang paling parah ada di sektor pengadaan buku. Hingga tahun ajaran baru dimulai sejak 14 Juli lalu, buku-buku kurikulum baru belum menyebar. Harris mengatakan untur masalah peredaraan buku itu, Kemendikbud tidak bisa disalahkan.
Dia menguraikan bahwa Kemendikbud sudah menyiapkan sistem yang bagus. Yaitu masing-masing kepala sekolah sasaran kurikulum baru langsung memesan buku ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
Kelemahan persiapan implementasi kurikulum baru yang paling parah ada di sektor pengadaan buku. Hingga tahun ajaran baru dimulai sejak 14 Juli lalu, buku-buku kurikulum baru belum menyebar. Harris mengatakan untur masalah peredaraan buku itu, Kemendikbud tidak bisa disalahkan.
Dia menguraikan bahwa Kemendikbud sudah menyiapkan sistem yang bagus. Yaitu masing-masing kepala sekolah sasaran kurikulum baru langsung memesan buku ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah).
"Harga buku yang dibuat oleh Kemendikbud ini murah sekali. Sekitar tujuh bahkan sepuluh kali lipat lebih murah dibanding buku pelajaran di pasaran," tuturnya.
Harrris mengatakan Kemendikbud segera menginvestigasi kenapa banyak sekolah yang belum memesan buku. Muncul dugaan, sekolah tidak memesan buku terbitan Kemendikbud ini karena hanya akan mendapatkan "capek" saja. Berbeda dengan memesan buku di penerbita umum, kepala sekolah atau guru bisa mendapatkan komisi.
Dia membeber bahwa harga buku kurikulum baru buatan Kemendikbud rata-rata hanya Rp 50 per lembar. Harga ini jauh lebih murah ketimbang buku fotokopian yang rata-rata Rp 100 per lembar. Dengan harga per lembar yang murah itu, Harris mengatakan rata-rata buku kurikulum baru per mata pelajaran hanya di kisaran Rp 10 ribu.
"Saya heran kok masih banyak yang belum pesan. Padahal harganya murah. Uangnya sudah ada di dana BOS dan dana tambahan khusus untuk buku," tandasnya.
Harris mengatakan total kapasitas buku yang bakal didistribusikan adalah 240 juta eksemplar. Rinciannya 123 juta eksemplar untuk jenjang SD, 60 juta eksemplar untuk SMP, dan 57 juta untuk SMA dan SMK. Khusus di jenjang SMA dan SMK, Harris mengatakan buku yang tercetak sudah 60 persen. Sedangkan yang sudah terdistribusi masih 20 persen.
"Jadi bukunya banyak yang ngendon di percetakan. Percetakan tidak punya uang untuk mendistribusikannya," tuturnya. Penyebabnya kepala sekolah atau dinas pendidikan dan kebudayaan tidak disiplin menjalankan jadwa pemesanan buku. Dia menuturkan jika mereka disiplin memesan buku, percetakan tidak akan sampai kekurangan modal.
Mendengar keluhan kekurangan modal itu, Mendikbud Mohammad Nuh sedang mencoba mencari bank yang bisa menyalurkan pinjaman pendanaan kepada percetakan. Cara lainny adalah mencari percetakan lain untuk memecah kewajiban di percetakan yang memenangkan tender pengadaan buku kurikulum baru.
Situasi di Kemendikbud yang tidak kondusif itu, diperparah sejumlah kabar negatif dari beberapa daerah. Ketua Umum Pengurus Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, muncul penolakan implementasi Kurikulum 2013 di sejumlah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah.
"Laporan yang masuk ke PGRI pusat, penolakan ada di Cilacap, Banyumas, dan Banjarnegara," kata dia. Penolakan itu resmi disampaikan oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) jenjang SMA dan SMK. Mereka terang-terangan belum siap melaksanakan implementasi kurikulum baru.
Alasannya banyak sekali. Di antaranya adalah buku kurikulum baru yang tidak kunjung sampai, meskipun tahun ajaran baru sudah dimulai. Kemudian banyak guru yang belum dilatih materi kurikulum 2013. Selain itu guru-guru di kelas II SMA dan SMK harus bekerja ekstra karena muridnya ketika di kelas I SMA dan SMK dulu masih menggunakan kurikulum lawas.
Lebih lanjut Harris mengatakan, Kemendikbud sudah mendengar penolakan-penolakan itu. Umumnya penolakan itu didasari dari teknis implementasi kurikulum baru yang tidak sejalan dengan peraturan daerah (perda). "Mereka itu tidak paham hirarki perundang-undangan," jelasnya.
Menurut Harris, perintah implementasi kurikulum baru ini murni di tangan Mendikbud. Tidak ada alasan implementasi kurikulum baru ini bersebrangan dengan perda. Kalaupun ada perbedaan, aturan di perda mengalah karena peraturan Mendikbud lebih tinggi hirarkinya.
Harrris mengatakan Kemendikbud segera menginvestigasi kenapa banyak sekolah yang belum memesan buku. Muncul dugaan, sekolah tidak memesan buku terbitan Kemendikbud ini karena hanya akan mendapatkan "capek" saja. Berbeda dengan memesan buku di penerbita umum, kepala sekolah atau guru bisa mendapatkan komisi.
Dia membeber bahwa harga buku kurikulum baru buatan Kemendikbud rata-rata hanya Rp 50 per lembar. Harga ini jauh lebih murah ketimbang buku fotokopian yang rata-rata Rp 100 per lembar. Dengan harga per lembar yang murah itu, Harris mengatakan rata-rata buku kurikulum baru per mata pelajaran hanya di kisaran Rp 10 ribu.
"Saya heran kok masih banyak yang belum pesan. Padahal harganya murah. Uangnya sudah ada di dana BOS dan dana tambahan khusus untuk buku," tandasnya.
Harris mengatakan total kapasitas buku yang bakal didistribusikan adalah 240 juta eksemplar. Rinciannya 123 juta eksemplar untuk jenjang SD, 60 juta eksemplar untuk SMP, dan 57 juta untuk SMA dan SMK. Khusus di jenjang SMA dan SMK, Harris mengatakan buku yang tercetak sudah 60 persen. Sedangkan yang sudah terdistribusi masih 20 persen.
"Jadi bukunya banyak yang ngendon di percetakan. Percetakan tidak punya uang untuk mendistribusikannya," tuturnya. Penyebabnya kepala sekolah atau dinas pendidikan dan kebudayaan tidak disiplin menjalankan jadwa pemesanan buku. Dia menuturkan jika mereka disiplin memesan buku, percetakan tidak akan sampai kekurangan modal.
Mendengar keluhan kekurangan modal itu, Mendikbud Mohammad Nuh sedang mencoba mencari bank yang bisa menyalurkan pinjaman pendanaan kepada percetakan. Cara lainny adalah mencari percetakan lain untuk memecah kewajiban di percetakan yang memenangkan tender pengadaan buku kurikulum baru.
Situasi di Kemendikbud yang tidak kondusif itu, diperparah sejumlah kabar negatif dari beberapa daerah. Ketua Umum Pengurus Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistyo mengatakan, muncul penolakan implementasi Kurikulum 2013 di sejumlah kabupaten di Provinsi Jawa Tengah.
"Laporan yang masuk ke PGRI pusat, penolakan ada di Cilacap, Banyumas, dan Banjarnegara," kata dia. Penolakan itu resmi disampaikan oleh Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) jenjang SMA dan SMK. Mereka terang-terangan belum siap melaksanakan implementasi kurikulum baru.
Alasannya banyak sekali. Di antaranya adalah buku kurikulum baru yang tidak kunjung sampai, meskipun tahun ajaran baru sudah dimulai. Kemudian banyak guru yang belum dilatih materi kurikulum 2013. Selain itu guru-guru di kelas II SMA dan SMK harus bekerja ekstra karena muridnya ketika di kelas I SMA dan SMK dulu masih menggunakan kurikulum lawas.
Lebih lanjut Harris mengatakan, Kemendikbud sudah mendengar penolakan-penolakan itu. Umumnya penolakan itu didasari dari teknis implementasi kurikulum baru yang tidak sejalan dengan peraturan daerah (perda). "Mereka itu tidak paham hirarki perundang-undangan," jelasnya.
Menurut Harris, perintah implementasi kurikulum baru ini murni di tangan Mendikbud. Tidak ada alasan implementasi kurikulum baru ini bersebrangan dengan perda. Kalaupun ada perbedaan, aturan di perda mengalah karena peraturan Mendikbud lebih tinggi hirarkinya.
sumber (wan) jpnn
Masalah Dalam Implementasi Kurikulum 2013
(di Tahun Ajaran 2014/2015)
(di Tahun Ajaran 2014/2015)
1. Pengadaan hingga pendistribusian buku terlambat.
2. Pencetakan buku terhambat karena percetakan kekurangan modal.
3. Kepala sekolah tidak memesan buku ke percetakan sesuai jadwal.
4. Banyak guru belum mengikuti pelatihan kurikulum baru.
5. Jajaran Kemendikbud frustasi, karena jadwal dan skema yang disusun bubar.
6. Awal tahun ajaran baru sedianya efektif per 14 Juli, diundur per 4 Agustus.
2. Pencetakan buku terhambat karena percetakan kekurangan modal.
3. Kepala sekolah tidak memesan buku ke percetakan sesuai jadwal.
4. Banyak guru belum mengikuti pelatihan kurikulum baru.
5. Jajaran Kemendikbud frustasi, karena jadwal dan skema yang disusun bubar.
6. Awal tahun ajaran baru sedianya efektif per 14 Juli, diundur per 4 Agustus.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar