JAKARTA - Implementasi Kurikulum 2013 terus menemui masalah. Salah satunya terkait dengan anggaran.
Duit yang disiapkan pemerintah dalam
APBN 2014 ternyata tidak cukup untuk membiayai pelatihan 1,3 juta guru
sasaran. Tidak hanya itu. Pelatihan guru di daerah berjalan amburadul.
Kepala Unit Implementasi Kurikulum (UIK) Kemendikbud Tjipto Sumadi membenarkan kekurangan dana tersebut. Alokasi anggaran yang disiapkan dari APBN Kemendikbud hanya cukup untuk meng-cover 1 juta orang guru. Artinya, ada 300 ribu guru yang tidak bisa ter-cover anggaran pelatihan.
Tjipto tidak bisa menyebutkan kebutuhan anggaran untuk menutupi kekurangan tersebut. Menurut informasi, anggaran pelatihan guru rata-rata Rp 1 juta per orang. Berarti, kekurangan anggaran untuk 300 ribu guru mencapai Rp 300 miliar.
Kondisi tersebut membuat Kemendikbud kewalahan. Apalagi tahun ajaran 2014-2015 semakin dekat. Kemendikbud pun gencar melobi pemerintah daerah (pemda) supaya mencairkan uang dari APBD untuk membantu penyelenggaraan pelatihan guru. Sejumlah pejabat eselon I Kemendikbud disebar ke daerah untuk melobi langsung jajaran pemda agar mencairkan anggaran.
"Tidak benar kalau Kemendikbud mengemis-ngemis ke pemda," ujar Tjipto. Kemendikbud hanya melakukan upaya penagihan komitmen sharing anggaran pusat dan daerah untuk implementasi kurikulum baru. Ada surat kesepakatan bersama antara Mendikbud dengan Mendagri terkait sharing anggaran itu.
Tjipto mengklaim bahwa kekurangan anggaran itu tidak akan mengganggu kegiatan pelatihan guru. Di beberapa daerah, program pelatihan guru sedang berjalan. Saat ini sembilan provinsi telah mencairkan anggaran untuk membantu Kemendikbud. Di sisi lain, ada juga daerah yang belum bersedia mencairkan anggaran. Di antaranya Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Tjipto menjelaskan, urusan pelatihan guru ini tidak bisa dibebankan ke pemerintah pusat. Sebab, secara administrasi, guru adalah pegawai pemerintah kabupaten atau kota. Selain itu, unit sekolah yang menjadi sasaran implementasi kurikulum baru adalah aset pemerintah kabupaten dan kota. "Sehingga wajar harus ada sharing anggaran," paparnya.
Selain anggaran, pelaksanaan kurikulum baru juga tersangkut masalah lain. "Yang saya alami sendiri adalah untuk pelatihan kepala sekolah," kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti kemarin.
Kepala SMAN 76 Jakarta itu mengungkapkan, instruktur nasional (IN) yang membimbingnya tidak profesional. Para instruktur itu mengulang-ulang soal latihan yang diujikan kepada para kepala sekolah peserta pelatihan. Tujuannya supaya peserta pelatihan mendapatkan nilai tinggi sehingga menuai respons positif dari Kemendikbud. Pelatihan juga diwarnai munculnya selebaran soal ujian. "Kok ceritanya seperti kebocoran soal unas," kata Retno.
Pelaksanaan pelatihan yang amburadul itu justru terjadi di Jakarta. Bukan tidak mungkin pelatihan di daerah malah lebih parah karena jauh dari pengawasan pemerintah pusat.
Terkait kelemahan instruktur tersebut, Tjipto mengatakan banyak di antara mereka yang di luar kontrol Kemendikbud. Dia mengakui tidak semua instruktur yang lulus ujian dan berhak melatih itu murni bermotif mencerdaskan bangsa. Ada yang menjadi instruktur untuk mencari penghasilan tambahan.
Kepala Unit Implementasi Kurikulum (UIK) Kemendikbud Tjipto Sumadi membenarkan kekurangan dana tersebut. Alokasi anggaran yang disiapkan dari APBN Kemendikbud hanya cukup untuk meng-cover 1 juta orang guru. Artinya, ada 300 ribu guru yang tidak bisa ter-cover anggaran pelatihan.
Tjipto tidak bisa menyebutkan kebutuhan anggaran untuk menutupi kekurangan tersebut. Menurut informasi, anggaran pelatihan guru rata-rata Rp 1 juta per orang. Berarti, kekurangan anggaran untuk 300 ribu guru mencapai Rp 300 miliar.
Kondisi tersebut membuat Kemendikbud kewalahan. Apalagi tahun ajaran 2014-2015 semakin dekat. Kemendikbud pun gencar melobi pemerintah daerah (pemda) supaya mencairkan uang dari APBD untuk membantu penyelenggaraan pelatihan guru. Sejumlah pejabat eselon I Kemendikbud disebar ke daerah untuk melobi langsung jajaran pemda agar mencairkan anggaran.
"Tidak benar kalau Kemendikbud mengemis-ngemis ke pemda," ujar Tjipto. Kemendikbud hanya melakukan upaya penagihan komitmen sharing anggaran pusat dan daerah untuk implementasi kurikulum baru. Ada surat kesepakatan bersama antara Mendikbud dengan Mendagri terkait sharing anggaran itu.
Tjipto mengklaim bahwa kekurangan anggaran itu tidak akan mengganggu kegiatan pelatihan guru. Di beberapa daerah, program pelatihan guru sedang berjalan. Saat ini sembilan provinsi telah mencairkan anggaran untuk membantu Kemendikbud. Di sisi lain, ada juga daerah yang belum bersedia mencairkan anggaran. Di antaranya Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Tjipto menjelaskan, urusan pelatihan guru ini tidak bisa dibebankan ke pemerintah pusat. Sebab, secara administrasi, guru adalah pegawai pemerintah kabupaten atau kota. Selain itu, unit sekolah yang menjadi sasaran implementasi kurikulum baru adalah aset pemerintah kabupaten dan kota. "Sehingga wajar harus ada sharing anggaran," paparnya.
Selain anggaran, pelaksanaan kurikulum baru juga tersangkut masalah lain. "Yang saya alami sendiri adalah untuk pelatihan kepala sekolah," kata Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti kemarin.
Kepala SMAN 76 Jakarta itu mengungkapkan, instruktur nasional (IN) yang membimbingnya tidak profesional. Para instruktur itu mengulang-ulang soal latihan yang diujikan kepada para kepala sekolah peserta pelatihan. Tujuannya supaya peserta pelatihan mendapatkan nilai tinggi sehingga menuai respons positif dari Kemendikbud. Pelatihan juga diwarnai munculnya selebaran soal ujian. "Kok ceritanya seperti kebocoran soal unas," kata Retno.
Pelaksanaan pelatihan yang amburadul itu justru terjadi di Jakarta. Bukan tidak mungkin pelatihan di daerah malah lebih parah karena jauh dari pengawasan pemerintah pusat.
Terkait kelemahan instruktur tersebut, Tjipto mengatakan banyak di antara mereka yang di luar kontrol Kemendikbud. Dia mengakui tidak semua instruktur yang lulus ujian dan berhak melatih itu murni bermotif mencerdaskan bangsa. Ada yang menjadi instruktur untuk mencari penghasilan tambahan.
Sumber ; (wan/ca) JPNN
0 komentar:
Posting Komentar