Juwarsih hastaria ningsih Kemitraan Bogor Edutainment pada saat presentasi Wisata Pendidikan Indonesia kepada Orang tua siswa dan para Guru serta didampingi Kepala Sekolah Ibu Murdiah,S.Pd dan Komite Sekolah, di SDN Sela kopi. Jl. Komplek Kehutanan kota Bogor
Jumat, 28 Februari 2014
SDN SELA KOPI.
Juwarsih hastaria ningsih Kemitraan Bogor Edutainment pada saat presentasi Wisata Pendidikan Indonesia kepada Orang tua siswa dan para Guru serta didampingi Kepala Sekolah Ibu Murdiah,S.Pd dan Komite Sekolah, di SDN Sela kopi. Jl. Komplek Kehutanan kota Bogor
Selasa, 25 Februari 2014
SDN Kota Batu 8 Kab Bogor
WISATA PENDIDIKAN INDONESIA (WPI)
Bogor Edutainment
SDN KOTA BATU. 8
Kabupaten Bogor
kegiatan karya Wisata di Planetarium dan Observatorium, Museum Nasional (museum Gajah) serta Taman Impian Jaya Ancol. Jakarta. 5 Juni 2013. di dampingi Kepala Sekolah, Ibu Hj. Suharmi, S.Pd, Ibu Agustin. dan lain-lain
Rabu, 19 Februari 2014
Jumat, 14 Februari 2014
Senjata Kujang, Khas Masyarakat Pasundan
Seperti halnya daerah lain di Indonesia, masyarakat pasundan memiliki
senjata yang menjadi ciri khas daerahnya. Namanya kujang, senjata yang
panjangnya sekitar 25 cm dan berat sekitar 300 gram ini terbuat dari
bahan besi atau baja. Kujang bukan sekedar senjata, tetapi merupakan
sebuah karya bernilai seni yang penuh makna simbolik.
Belum diketahui secara pasti kapan kujang mulai digunakan, namun diyakini kujang sudah dipergunakan oleh masyarakat pasundan sejak ratusan tahun lalu. Pada awalnya kujang diyakini sebagai perkakas pertanian yang digunakan oleh masyarakat sunda. Hal ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M). Dalam naskah kuno tersebut tertulis : “…. Senjata orang tani adalah kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap…..”. Sampai saat ini dibeberapa tempat kita masih dapat menyaksikan penggunaan kujang sebagai alat pertanian, seperti di masyarakat Baduy, Banten.
Pada perkembangan selanjutnya kujang mengalami pergeseran bentuk , fungsi dan makna. Dari sekedar alat pertanian, kujang berubah menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sangat disakralkan. Para raja Sunda kemudian meyakini kujang memiliki kekuatan magis dan sanggup meningkatkan wibawa dan kesaktian bagi pemiliknya.
Perubahan kujang hingga berwujud seperti saat ini diperkirakan terjadi antara abad ke-9 sampai abad 12. Kujang yang saat ini kita kenal memiliki bagian – bagian :
Pada masa kekuasaan Pajajaran bentuk kujang disesuaikan dengan status sosial pemiliknya, diantaranya sebagai berikut :
Pembuat kujang disebut Guru Teupa. Dalam pembuatannya guru Teupa harus mengikuti aturan dan menjalani beberapa ritual agar kujang yang dihasilkan sempurna. Aturan tersebut diantaranya dalam hal waktu pembuatan dan diharuskannya berpuasa sebelum pembuatan kujang dimulai. Selain itu seorang Guru Teupa juga harus memiliki keahlian yang tinggi, agar mampu menambah daya magis pada kujang yang dibuatnya.
Saat ini kujang sudah jarang digunakan baik sebagai perkakas, senjata maupun pusaka. Masyarakat Jawa Barat hanya menjadikannya sebagai simbol identitas, sebagaimana terdapat dalam lambang pemerintah propinsi Jawa Barat. Kebanggaan masyarakat sunda akan senjata khas mereka juga tampak dengan didirikannya tugu kujang diberbagai wilayah di Jawa Barat, seperti di Bogor, Tasikmalaya dan Indramay
Belum diketahui secara pasti kapan kujang mulai digunakan, namun diyakini kujang sudah dipergunakan oleh masyarakat pasundan sejak ratusan tahun lalu. Pada awalnya kujang diyakini sebagai perkakas pertanian yang digunakan oleh masyarakat sunda. Hal ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M). Dalam naskah kuno tersebut tertulis : “…. Senjata orang tani adalah kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap…..”. Sampai saat ini dibeberapa tempat kita masih dapat menyaksikan penggunaan kujang sebagai alat pertanian, seperti di masyarakat Baduy, Banten.
Pada perkembangan selanjutnya kujang mengalami pergeseran bentuk , fungsi dan makna. Dari sekedar alat pertanian, kujang berubah menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sangat disakralkan. Para raja Sunda kemudian meyakini kujang memiliki kekuatan magis dan sanggup meningkatkan wibawa dan kesaktian bagi pemiliknya.
Perubahan kujang hingga berwujud seperti saat ini diperkirakan terjadi antara abad ke-9 sampai abad 12. Kujang yang saat ini kita kenal memiliki bagian – bagian :
- Congo/Papatuk, yaitu ujung yang paling runcing yang digunakan untuk mencungkil.
- Eluk / Siih, yaitu lekukan-lekukan pada badan kujang, yang berfungsi untuk mencabik tubuh lawan.
- Tadah, yaitu lengkung kecil pada bagian bawah kujang.
- Waruga, yaitu badan kujang.
- Mata, yaitu lubang – lubang kecil yang terdapat pada waruga, jumlahnya bervariasi antara 3 – 9 lubang. Adapula yang tidak memiliki lubang yang disebut kujang buta.
- Tonggong, yaitu sisi tajang yang terdapat pada punggung kujang.
- Paksi, yaitu ekor kujang yang berbentuk lancip.
- Selut, yaitu ring yang dipasang pada ujung gagang kujang.
- Combong, yaitu lubang yang terdapat pada gagang kujang.
- Ganja, yaitu gagang kujang.
- Kowak, yaitu sarung kujang yang biasanya terbuat dari kayu samida yang berbau khas sehingga menambah kesan magis sebuah kujang.
- Pamor, yaitu garis-garis atau tutul-tutul pada waruga, selain menambah artistic, pamor juga dimaksudkan untuk menyimpan racun.
Pada masa kekuasaan Pajajaran bentuk kujang disesuaikan dengan status sosial pemiliknya, diantaranya sebagai berikut :
- Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), hanya boleh dimiliki oleh para Raja, Prabu Anom, Mantri Dangka dan tokoh Agama tergantung jumlah mata kujangnya.
- Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), hanya digunakan oleh orang setingkat Bupati.
- Kujang Kuntul (menyerupai bentuk burung bangau), hanya dimiliki oleh para patih dan Mantri.
- Kujang Bangkong (menyerupai kodok), hanya dimiliki oleh guru sekar, guru tangtu, guru alas dan guru cucuk.
- Kujang Naga (menyerupai naga), hanya dimiliki oleh para kanduru dan para jaro.
- Kunjang Badak (menyerupai Badak), hanya dimiliki oleh para prajurit.
Pembuat kujang disebut Guru Teupa. Dalam pembuatannya guru Teupa harus mengikuti aturan dan menjalani beberapa ritual agar kujang yang dihasilkan sempurna. Aturan tersebut diantaranya dalam hal waktu pembuatan dan diharuskannya berpuasa sebelum pembuatan kujang dimulai. Selain itu seorang Guru Teupa juga harus memiliki keahlian yang tinggi, agar mampu menambah daya magis pada kujang yang dibuatnya.
Saat ini kujang sudah jarang digunakan baik sebagai perkakas, senjata maupun pusaka. Masyarakat Jawa Barat hanya menjadikannya sebagai simbol identitas, sebagaimana terdapat dalam lambang pemerintah propinsi Jawa Barat. Kebanggaan masyarakat sunda akan senjata khas mereka juga tampak dengan didirikannya tugu kujang diberbagai wilayah di Jawa Barat, seperti di Bogor, Tasikmalaya dan Indramay
Jaipongan, Karya Seni Tanah Pasundan
Berbicara soal kesenian tradisional dari Tanah Sunda rasanya sangat sulit untuk melepaskan peran Jaipongan sebagai salah satu warisan budaya yang begitu populer, tidak hanya di kalangan Urang Sunda, tapi juga di kalangan orang-orang yang berasal dari luar Tanah Pasundan. Jaipongan itu sendiri merupakan salah satu dari sekian banyak seni tari yang berasal dari provinsi Jawa Barat.
Tari Jaipongan sendiri lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung yakni Gugum Gumbira yang menggabungkan berbagai gerak dasar yang terdapat dari tarian Sunda lainnya seperti Tari Ketuk Tilu, Tari Tayuban, Tari Ibing Bajidor, bahkan Pencak Silat. Adopsi beberapa gerakan Pencak Silat inilah yang membuat Jaipongan menjadi seni tari yang memiliki gerakan cukup atraktif. Pada pementasannya, Jaipongan biasanya identik dengan gerakan tangan, bahu, dan pinggul. Terutama pada penari perempuan, Jaipongan selalu dibarengi dengan kerlipan mata dan senyuman manis dari sang penari.
Kemunculan Jaipongan pada awalnya disebut Tarian Ketuk Tilu Perkembangan, karena memang pada dasarnya Jaipongan itu sendiri merupakan pengembangan dari Tarian Ketuk Tilu. Sebagai sebuah tarian pergaulan, Jaipongan kerap diiringi oleh beberapa alat musik tradisional Sunda seperti Waditra yang meliputi Rebab, Kendang, dua buah Kulanter, tiga buah Ketuk, dan Gong.
Daun Pulus Keser Bojong dan Rendeng Bojong adalah karya pertama Jaipongan yang mulai dikenal oleh masyarakat luas. Tarian ini biasanya dipentaskan oleh seorang putri atau berpasangan (putra dan putri). Meski Tarian Jaipong memiliki unsur budaya yang sangat kenta, awal kemunculan Jaipongan sempat menjadi perbincangan dalam masyarakat. Hal tersebut dikarenakan gerakannya yang dianggap erotis dan vulgar. Namun, berkat gencarnya pemberitaan di media cetak pada waktu itu justru malah membuat Jaipongan jauh lebih populer di kalangan masyarakat.
Sejak ditampilkannya tarian ini di televisi pada 1980-an, Jaipongan mulai ramai dipentaskan untuk mengisi kegiatan-kegiatan perayaan yang diselenggarakan oleh berbagai pihak mulai dari instasi pemerintahan, berbagai perusahaan, pagelaran budaya hingga acara-acara kemasyarakatan. Selain itu, tidak sedikit penari Jaipongan yang handal mulai bermunculan seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi.
Dalam perkembangannya, Jaipongan telah menjadi identitas kesenian Jawa Barat yang begitu melekat. Tidak sedikit warga asing yang rela datang jauh-jauh hanya untuk mempelajari tarian yang popularitasnya masih hidup di tengah masyarakat hingga kini. Selain itu, tarian ini juga memperkaya karya nusantara yanpatut kita syukuri dan lestarikan.
Rabu, 12 Februari 2014
Bogor Edutainment
Wisata Pendidikan Indonesia (WPI) merupakan rangkaian Wisata untuk memperaktikan / memperagakan / mengamati langsung materi ajar berbagai mata pelajaran dan memperkenalkan wawasan, kawasan serta kearifan Budaya lokal dan seni Tradisional Indonesia sekaligus hiburan, khususnya bagi para siswa sekolah TK/SD/ SMP/ SEDERAJAT melalui berbagai pasilitas karya wisata ‘’Pendidikan Indonesia’’ Bogor Edutainment
I. MAKSUD DAN TUJUAN
A. Mensukseskan
kegiatan kesiswaan yang meliputi program Remidial dan Pengayaan berdasarkan kurikulum 2006/KTSP
tentang pembelajaran aktif kreatif dan menyenagkan (PAKEM) guna memberikan
pembelajaran secara praktik/ peragaan/ pengamatan langsung untuk meningkatkan
kecerdasan dan daya mengingat kembali bagi siswa sekolah SD dan SMP/Sederajat, dalam rangka mempermudah
siswa sekaligus membantu para guru lebih memperlancar proses belajar mengajar
selanjutnya.
B. Meberikan
kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah
(PAD) khususnya dari sektor Pariwisata dan kebudayaan.
C. menanamkan
sejak dini rasa persatuan dan kesatuan bangsa melalui pengenalan keberagaman
serta kearifan budaya tradisional dan Kepariwisataan Bogor .
D. dapat meningkatkan pendapatan
bagi masyarakat, pengusaha kecil, menengah dan koperasi serta menambah
kemampuan Sumber Daya Manusia Kepariwisataan yang tangguh, berketrampilan
tinggi, berkepribadian dan berkebudayaan daerah
E. Menyajikan rekreasi / hiburan yang sehat dan
hemat bagi peserta
II. METODE KEGIATAN
Karya wisata “Pendidikan Indonesia ” adalah metode yang merangsang keaktifan dan Kreatifitas peserta agar secara sederhana
dapat mengamati dan memperagakan / memperaktikan serangkaian objek/ materi
pelajaran. Pembelajaran yang dilengkapi pengamatan langsung dan peragaan/
praktik akan lebih mudah diterima serta lebih cepat untuk diingat kembali.
III. PESERTA
KEGIATAN
Siswa TK/ SD/ SMP/ Sederajat baik yang berada di Bogor
maupun diluar Bogor
IV.
URAIAN KEGIATAN
A. Lokasi
objek wisata, situs-situs/ Benda Cagar Budaya dan panorama Alam
serta lokasi Pariwisata khusunya yang berada di Bogor
B. Waktu
pelaksanaan : 5 jam.
Hari : Senin, Selasa, Rabu, Kamis.
C. Paket wisata
: peserta dibimbing oleh
pemandu wisata dan guru
Sekolah
masing-masing, paket wisata disajikan dengan pola dan Materi kegiatan yang sudah ditentukan sekolah
bersangkutan.
V.
MANFAAT
Tingkat kemanfaatan yang dirasakan sebagai nilai
tambah dari hasil pelaksanaan program pembangunan pariwisata dan seni budaya
tahun 2009 dapat dikemukakan :
A. Meningkatnya produksi dan kualitas produk
wisata.
B. Menambah
Wawasan dan ilmu pengetahuan yang mudah
diingat kembali sehingga lebih mudah
mengikuti pembelajaran selanjutnya
C. Memiliki
kemampuan yang baik dalam bersosialisasi dan bekerja sama serta menguatnya rasa
percaya diri.
D. Merasakan
hiburan dan Wahana serta menjelajahi panorama alam secara mudah dan
hemat.
E.
Meningkatkan Image Kepedulian terhadap dunia
Pendidikan.
F. Bertambahnya kegiatan masyarakat di
sekitar obyek-obyek wisata.
VI.
FASILITAS DAN SUMBER BIAYA/ PAKET
A.
Fasilitas
1. Transportasi sekolah- tujuan wisata PP.
Setiap 1. paket Karya wisata disediakan sebuah bis wisata dengan kapasitas 59. dan
27. tempat duduk dilengkapi AC, GPS. TV. Termasuk biaya pengemudi, BBM, Tol dan
Parkir
2. wahana wisata sesuai dengan pilihan
3. Buku panduan
Setiap peserta mendapatkan 1 buku Panduan
4. Pemandu wisata
Disediakan pemandu yang mendampingi dan membimbing para siswa dalam kegiatan
karya wisata
5. Konsumsi
Setiap peserta disediakan makan siang : nasi, sayur dengan 2 lauk, buah segar dan air
mineral gelas serta snack : 3. Macam kue dan air mineral gelas.
6. sertifikat kegiatan
setiap peserta mendapat sertifikat Bogor Edutainment dengan penilaian oleh guru
pembimbing wisata dari sekolah masing-masing. Sertifikat ditanda tangani oleh
penyelenggara dan kepala sekolah.
1. Transportasi sekolah- tujuan wisata PP.
Setiap 1. paket Karya wisata disediakan sebuah bis wisata dengan kapasitas 59. dan
27. tempat duduk dilengkapi AC, GPS. TV. Termasuk biaya pengemudi, BBM, Tol dan
Parkir
2. wahana wisata sesuai dengan pilihan
3. Buku panduan
Setiap peserta mendapatkan 1 buku Panduan
4. Pemandu wisata
Disediakan pemandu yang mendampingi dan membimbing para siswa dalam kegiatan
karya wisata
5. Konsumsi
Setiap peserta disediakan makan siang : nasi, sayur dengan 2 lauk, buah segar dan air
mineral gelas serta snack : 3. Macam kue dan air mineral gelas.
6. sertifikat kegiatan
setiap peserta mendapat sertifikat Bogor Edutainment dengan penilaian oleh guru
pembimbing wisata dari sekolah masing-masing. Sertifikat ditanda tangani oleh
penyelenggara dan kepala sekolah.
VII. Sumber biaya.
Anggaran
kegiatan kesiswaan program remidal dan pengayaan dari sekolah atau partisipasi/
dukungan dari orang tua murid/ peran serta masyarakat yang disetujui oleh
kepala sekolah/ guru dan komite sekolah, sesuai dengan ketentuan yang berlaku
IX. PENGELOLA KEGIATAN
Kegiatan
Karya Wisata “Pendidikan Indonesia”
dikelola oleh “Bogor Edutainment
X.
PENUTUP.
Dalam konteks Karya
Wisata , Kebudayaan dan pariwisata harus dipandang sebagai ‘suatu sistem’. Dalam sistem tersebut tercakup berbagai komponen
yang saling berinteraksi Oleh karena
itu perlu adanya sinergi kebijakan yang mengatur penyelenggaraan Kepariwisataan.
Penyelenggaraan ‘’Karya wisata Pendidikan Indonesia ‘’ Bogor Edutainment
akan berhasil apabila di dalam penyelenggaraannya didasari oleh berbagai
perangkat kebijakan yang terpadu baik
yang terkait langsung maupun tidak langsung.
Demikian, Semoga
bermanfaat bagi kita semua khususnya para siswa Sekolah, bangsa dan negara
serta di Ridhoi oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Atas segala perhatian dan perkenannya kami
mengucapkan banyak terima kasih.
Langganan:
Postingan (Atom)